Jumat, 21 November 2014

REMUNERASI



TUGAS SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2

REMUNERASI



http://2.bp.blogspot.com/-q-RcE2BMDR8/VFeh19HctaI/AAAAAAAACBw/70u1X7BGKCY/s1600/ug.jpg

  


     Disusun Oleh :
  Dewi Asmarani
21212946
   3EB17




   UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2014/2015




BAB I
PENDAHULUAN

Remunerasi berdasarkan kamus bahasa Indonesia artinya imbalan atau gaji. Dalam konteks Reformasi Birokrasi, pengertian Remunerasi, adalah penataan kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja.
Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance. Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk.
Maksud dan tujuan kebijakan Remunerasi Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
Siapa saja yang mendapatkan Remunerasi Sesuai dengan Undang-undang NO. 17 tahun 2007, tentang Rencana pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan.
Mengapa Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi Birokrasi ?
Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi birokrasi, mengingat dampak paling signifikan terhadap kinerja lembaga akan sangat ditentukan oleh perubahan kultur birokrasi didalam melaksanakan tugas pokoknya. Sedangkan keberhasilan merubah kultur tersebut. akan sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan anggotanya.
Namun tanpa iming-iming Remunerasi, sesungguhnya Reformasi birokrasi sudah dilaksanakan sejak tahun 2002 yang lalu. Yaitu dengan mencanangkan dan melaksanakan beberapa perubahan dan pembaharuan dibidang instrumental, bidang struktural dan bidang kultural pegawai.
Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa laiu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilan PGPS (pinter goblok penghasilan sama). Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.




BAB II
ISI

2.1 Pengertian Remunerasi
            Untuk memperjelas pengertian remunerasi, beberapa ahli memiliki sudut pandang masing- masing untuk menjelaskan hal tersebut.
Mochammad Surya ( 2004:8) menyebutkan bahwa “ Remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Remunerasi mempunyai makna lebihluas daripada gaji, karena mencakup semua imbalan, baik yang berbentuk uang maupun barang, baik yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin, imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi dan berbagai jenis bantuan terdiri dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun, gaji, cuti, santunan musibah.
Selain Mochammad Surya, Kusnaedi mendefinisikan remunerasi sebagai imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasiyang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa remunerasi merupakan rewards atau imbalan dari perusahaan kepada karyawan atas usaha dan kinerjanya baik dalam bentuk financial ataupun non-financial yang tujuannya untuk mensejahterakan karyawan tersebut.
Sistem Remunerasi itu sendiri akan berbeda-beda dalam setiap perusahaan, tergantung dari bagaimana sistem kerja yang dipakai dalam perusahaan tersebut. Seperti yang dapat dicontohkan adalah perbedaan sistem remunerasi yang unik di bidang pekerjaan asuransi.
Sistem remunerasi di bidang asuransi itu sendiri dapat menyerupai rewards yang besar sesuai dengan target yang mereka capai. Kemudian, besarnya tingkat remunerasi untuk masing-masing perusahaan itu sendiri berbeda. Perbedaan itu terjadi berdasarkan beberapa faktor yang sangat mempengaruhi besarnya tingkat remunerasi tesebut, factor-faktor tersebut antara lain permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup.
Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi, yaitu yang mengacu kepada teori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan).

2.2 Latar Belakang Kebijakan Remunerasi
Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance. Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
1.       Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit-belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb
2.       Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
3.        Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara
4.       Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien
5.       Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.

2.3 Maksud dan Tujuan Kebijakan Remunerasi
Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).

2.4 Siapa Saja yang Mendapat Remunerasi
    Sesuai dengan Undang-undang NO. 17 tahun 2007, tentang Rencana pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas ke dalam tiga kelompok :
1.       Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur Negara
2.       Prioritas kedua adalah Kementrian/Lembaga yang terkait dg kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan Negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemda
3.       Prioritas ketiga adalah seluruh kementrian/lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
2.5 Landasan Hukum Kebijakan Remunerasi
1.       UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN
2.       UU No.43/1999 tentang perubahan atas UU No.8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Psl 7, UU No.43/1999)
3.       Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan bahwa : “Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “
4.       Perpres No.7/2005, tentang Rencana pembangunan jangka menengah Nasional
5.       Konvensi ILO No. 100;, Diratifikasi pd th 1999, bunyinya ‘Equal remuneration for jobs of equal value’ (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama).

2.6 Mengapa Remunerasi Bermakna sangat Strategis terhadap Suksesnya Reformasi Birokrasi ?
Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi birokrasi, mengingat dampak paling signifikan terhadap kinerja lembaga akan sangat ditentukan oleh perubahan kultur birokrasi didalam melaksanakan tugas pokoknya. Sedangkan keberhasilan merubah kultur tersebut. akan sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan anggotanya.
Namun tanpa iming-iming Remunerasi, sesungguhnya Reformasi birokrasi sudah dilaksanakan sejak tahun 2002 yang lalu. Yaitu dengan mencanangkan dan melaksanakan beberapa perubahan dan pembaharuan dibidang instrumental, bidang struktural dan bidang kultural pegawai.

2.7 Tahap-tahap Remunerasi
Pentahapan Remunerasi dari awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan tahap legislasi (penerbitan undang-undang) adalah :
1.       Analisa jabatan
2.       Pengumpulan data jabatan
3.       Evaluasi jabatan dan Pembobotan
4.       Grading atau penyusunan struktur gaji baru
5.       Job pricing atau penentuan harga jabatan
6.       Pengusulan peringkat dan harga jabatan kepada Presiden (oleh Meneg PAN).

2.8 Prinsip Dasar Kebijakan Remunerasi
Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa laiu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilan PGPS (pinter goblok penghasilan sama). Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.

2.9 Kementerian atau Lembaga yang Sudah Mendapatkan Remunerasi
Sampai dengan saat ini sudah ada 63 Kementerian / Lembaga yang telah menerima remunerasi berdasarkan berita dari situs menpan.go.id. Berikut adalah daftar Kementrian / Lembaga yang mendapatkan remunerasi pada tahun 2013 yaitu
1.       Kemendagri.
2.       Kementerian ESDM.
3.       Kementerian Kehutanan.
4.       Kementerian Kelautan dan Perikanan.
5.       Kementerian Kesehatan.
6.       Kementerian Komunikasi dan Informasi.
7.       Kementerian Lingkungan Hidup.
8.       Kementerian Luar Negeri.
9.       Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
10.   Kementerian Pekerjaan Umum.
11.   Kementerian PDT.
12.   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
13.   Kementerian Perdagangan.
14.   Kementerian Perhubungan.
15.   Kementerian Sosial.
16.   Kemenakertrans.
17.   Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional.
18.   Badan Intelijen Negara.
19.   Badan Koordinasi Keamanan Laut.
20.   Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika.
21.   BNP2TKI.
22.   Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
23.   Badan SAR Nasional.
24.   Badan Standarisasi Nasional.
25.   Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
26.   Setjen Dewan Ketahanan Nasional. Setjen Ombudsman.

2.10 Remunerasi Pegawai Pemerintah
Kinerja Pegawai pada salah satu instansi pemerintah diukur berdasarkan 2 (dua) aspek yaitu kedisiplinan dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi. Aspek disiplin memiliki bobot sebesar 60%, dan pelaksanaan Tupoksi sebesar 40%. Perbandingan bobot aspek disiplin yang lebih besar dibanding pelaksanaan tupoksi didasarkan pada penilaian disiplin pegawai yang masih kurang. Pegawai negeri masih memiliki citra buruk, yaitu datang siang pulang cepat, sering meninggalkan pekerjaan saat jam kerja, atau datang hanya untuk membaca surat kabar. Citra buruk tersebut dalam kenyataannya memang benar adanya pada beberapa unit bagian, namun pada umumnya hal tersebut terjadi pada pegawai – pegawai senior yang kurang memiliki semangat untuk belajar sesuatu yang baru. Sebagai contoh, banyak pegawai senior yang tidak dapat mengoperasikan komputer, hal ini sangat menghambat kinerja, karena sebagian besar pekerjaan saat ini dikerjakan menggunakan komputer. Meskipun demikian, pada umumnya mereka tidak ada keinginan belajar, sehingga atasan tidak dapat memberikan pekerjaan pada mereka. Hal tersebut berdampak pada beban kerja yang tidak berimbang antar pegawai pada suatu unit. Pegawai “baru” yang memiliki kemampuan mengoperasikan komputer dan berbahasa asing pada umumnya mendapat pekerjaan yang berlimpah, bahkan menyebabkan jam kerjanya melebihi jam kerja normal (produktifitas tinggi). Sangat ironi melihat sejumlah pegawai sangat sibuk oleh pekerjaannya yang tak kunjung usai, sisi lain pegawai lain duduk santai membaca surat kabar dan saling bercengkrama.
Produktifitas tinggi pada instansi yang sudah mendapat remunerasi dinilai dan diberikan penghargaan berupa tunjangan remunerasi, namun hal tersebut tidak terjadi pada instansi yang belum mendapat remunerasi. Tunjangan remunerasi tersebut diharapkan dapat menggerakkan pegawai – pegawi yang kurang produktif untuk lebih aktif memperbaiki diri sehingga mendapatkan tugas atau pekerjaan dari atasannya. Namun, pada instansi yang sudah memiliki remunerasipun dalam kenyataannya masih terdapat pegawai yang tidak produktif. Sebagian besar dari mereka merasa sudah tidak mampu memperbaiki diri dan pasrah dengan keadaan yang ada. Tuntutan produktifitas dan disiplin yang tinggi menyebabkan mereka merasa terlalu “tua” untuk mengejarnya. Pada umumnya hal tersebut terjadi pada pegawai yang sudah mendekati masa pensiun.
Remunerasi idealnya memang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas dan kedisiplinan serta mengubah budaya kerja pegawai. Hal tersebut tidaklah mudah. Penerapan sistem remunerasi memerlukan pengawasan atasan langsung dalam menilai kinerja pegawai di bawahnya. Jika tidak maka banyak pegawai yang “mencari – cari” cara untuk mendapatkan remunerasi tersebut.
Salah satu Instansi pemerintah di Jakarta telah berupaya memenuhi persyaratan remunerasi yang telah ditetapkan Tim Independen Remunerasi. Instansi tersebut telah membuat beberapa prosedur efisiensi pelayanan berupa percepatan pelayanan publik, perbaikan informasi public, serta berbagai tools penunjang untuk dapat mengukur kinerja pegawai, dan kinerja  unit kerja di bawahnya. Diawali dnegan merubah sistem perencanaan yang menggunakan berbagai tools manajemen seperti Balanced Score Card, menyusun KPI (Key Performance Indikator), dan membentuk sub bagian manajemen kinerja pegawai sebagai tim penilai dan pengawas kinerja.
Tim penilai dan pengawas kinerja harus dapat menerapkan aspek – aspek penilaian kinerja secara objektif. Aspek – aspek penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja menurut Bernardin dan Russel ( 1995 : 383 ) yaitu:
1.       Quality, Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2.       Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, siklus kegiatan yang dilakukan.
3.       Timelinness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dihendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersebut untuk kegiatan orang lain.
4.       Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi ( manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimlkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
5.       Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6.       Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Diharapkan dengan sistem yang telah terbentuk tersebut budaya kerja pegawai instansi pemerintah dapat berubah dan memperoleh penghargaan lebih atas kinerja mereka melalui penerapan tunjangan remunerasi.
Menurut Marli Dahyaridi (2008), Reformasi Birokrasi pada dasarnya mencakup 3 (tiga) program besar yakni :
1.       Reformasi Birokrasi, merupakan usaha pembenahan profesionalisme pegawai negeri, sistem kepegawaian nasional, rasionalisasi jumlah pegawai negeri, penerapan reward & punishment system, dan penataan hubungan antara birokrasi dengan partai politik;
2.       Reformasi Institusi, merupakan usaha pembenahan dan pembentukan institusi pemerintah yang efektif, efisien, produktif dan berorientasi kinerja;
3.       Reformasi Sistem Manajemen Keuangan, merupakan usaha pembenahan sistem manajemen keuangan pemerintah mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan hingga pasca pelaksanaan, termasuk sistem pelaporan keuangan yang efisien, efektif, dan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik.
4.       Reformasi Birokrasi pertama kali dilaksanakan melalui Reformasi Remunerasi dengan menunjuk Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung sebagai Pilot Project Reformasi Remunerasi.
5.       Reformasi Remunerasi merupakan penghargaan (reward) kinerja pegawai pemerintah berupa tambahan tunjangan kinerja pegawai diluar gaji pokok dengan standar tertentu. Namun, pembentukan aparatur negara yang bersih, efektif, efisien, produktif, dan sejahtera melalui remunerasi belum dapat terukur efektifitasnya.
6.       Remunerasi yang telah diterapkan pada beberapa Instansi Pemerintah tersebut di atas menyebabkan Instansi Pemerintah yang lain berlomba untuk dapat masuk dalam antrian instansi yang akan mendapat remunerasi selanjutnya. Hal ini mengindikasikan terjadinya kesenjangan sosial diantara pegawai pemerintah tersebut. Sebagai contoh, pendapatan pegawai Instansi Pemerintah yang telah mendapatkan remunerasi untuk golongan II (dua) mencapai Rp. 3 juta per bulan, sedangkan pegawai dengan golongan yang sama pada Instansi Pemerintah yang belum mendapatkan remunerasi hanya sebesar Rp. 1,5 juta. Padahal belum tentu pegawai dengan gaji Rp. 3 juta per bulan tersebut memiliki kinerja yang lebih baik dari pada pegawai yang mendapatkan gaji Rp 1,5 juta per bulan. Hal tersebut dapat dikarenakan kinerja mereka tidak terukur dan tidak adanya prosedur yang jelas dalam pengukuran kinerja.
2.10.1 Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai Negri
Remunerasi PNS (Pegawai Negeri Sipil) merupakan sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja yang bertujuan untuk memacu prestasi dan motivasi kerja PNS. Sebagai bagian penting dari Reformasi Birokrasi, pemberian remunerasi mutlak mensyaratkan perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, bebas KKN, peningkatan kualitas pelayanan publik, adanya akuntabilitas kinerja birokrasi, dan profesionalisme SDM aparatur negara.
1.       Mempersiapkan penerapan sistem remunerasi baru melalui kegiatan pengumpulan informasi jabatan 2007
Tujuannya : memutakhirkan data tentang jabatan (bukan tentang orang yang menduduki jabatan itu) dan menyajikannya menjadi informasi yang berguna untuk berbagai keperluan organisasi.
1. Tanggung Jawab
2. Tugas, Pokok & Fungsi
3. Hubungan Kerja
4. Persyaratan Jabatan
5. Identitas Jabatan
6. Tuntutan Fisik
7. Lingkungan Kerja
2. Penyusunan uraian jabatan (standar umum) 2007
3. Melakukan evaluasi jabatan untuk mengukur bobot Jabatan 2008
4. Penilaian bobot pekerjaan semua jabatan yang ada 2008
5. Penyusunan struktur peringkat jabatan atas dasar bobot jabatan 2008
6. Penyusunan struktur skala gaji Pegawai Negeri 2008
7. Penerapan struktur gaji baru (bertahap) 2009/2010
Kaitan Informasi Jabatan Dengan Sistem Penggajian :
·         Besaran Gaji Harus Didasarkan Pada “Bobot” Jabatan (Konvensi Ilo No 100:”Equal Remuneration For Jobs Of Equal Value” = Pekerjaan Yang “Sama Nilai Atau Bobotnya” Harus Mendapat Imbalan Yang Sama!)
·         Bobot Jabatan Akan Ditentukan Melalui Evaluasi Jabatan Yang Memerlukan Informasi Jabatan Yang Akurat!

2.10.1.1 Latar Belakang Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai Negeri
1.       Amanat Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian bahwa system penggajian Pegawai Negeri adalah berdasarkan merit yang disebutkan dlm pasal 7
a. ayat 1 : Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya
b. ayat (2) : Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
2.       Remunerasi yang berlaku saat ini jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak dan kondisi seperti ini diduga sebagai pendorong terjadinya korupsi;
3.       Struktur gaji kurang memenuhi prinsip “equity” karena gaji tidak dikaitkan dengan kompetensi dan prestasi;
4.       Struktur gaji kurang ideal dan ratio gaji terendahdan tertinggi terlalu kecil (1:3,3);
5.       Sistem pensiun yang kurang menjamin kesejahteraan PNS setelah memasuki masa purna bakti.

2.10.1.2 Tujuan Dan Sasaran Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai Negeri
Tujuan : menyiapkan dan menerapkan sistem remunerasi yang memenuhi prinsip-prinsip merit, equity, kompetitif guna meningkatkan profesionalisme dan memacu kinerja PNS.
Sasaran: tersusunnya sistem remunerasi yang dapat mendorong peningkatanprofesionalisme dan kinerja PNS serta dorongan untuk tidak melakukan korupsi.

2.10.1.3 Tujuan Sosialisasi
Membahas :
·         Arti Sistem Penggajian Berbasis Bobot Jabatan,
·          Apa Yang Harus Dan Bagaimana Pelaksanaan Di Setiap Instansi
·         Kapan Dan Siapa Yang Melaksanakan
·         Pembiayaan
·         Output Yang Diharapkan
·         Langkah-Langkah Pelaksanaannya

2.10.1.4 Permasalahan Sistem Remunerasi Saat Ini
1.       Besarnya gaji kurang memenuhi kebutuhan untuk hidup layak (terendah Rp760.500 dan tertinggi Rp2.405.400);
2.       Gaji PNS kurang kompetitif di bandingkan dengan gaji di sektor swasta, khususnya untuk tingkat manajer dan pimpinan;
3.       Besarnya gaji tidak memenuhi prinsip “equity” karena gaji tidak dikaitkan dengan kompetensi dan prestasi, namun didasarkan pada pangkat dan masa kerja;
4.       Struktur gaji kurang mendorong motivasi kerja karena jarak antara gaji terendah dan gaji tertinggi terlalu pendek (ratio 1:3,3) sehingga kenaikan pangkat hanya diikuti dengan kenaikan penghasilan dalam jumlah yang tidak berarti;
5.       Tunjangan jabatan struktural yang besar menimbulkan kompetisi yang tidak sehat.
6.       kurang transparan karena disamping gaji PNS masih menerima sejumlah honorarium dari pos non-gaji sehingga:
a. terjadi distorsi dalam sistem penggajian;
b. jumlah anggaran untuk belanja pegawai sulit diketahui secara pasti dan sulit dipertanggung jawabkan kepada publik.


2.10.1.5 Remunerasi yang Ideal
Arah Kebijakan Jangka Panjang (2004-2010), program reformasi remunerasi Pegawai Negeri diharapkan dapat diarahkan pada sistem remunerasi yang adil dan transparan dengan:
1.       Merumuskan struktur gaji berdasarkan klasifikasi jabatan dan bobot jabatan (harga jabatan);
2.       Merumuskan jenis tunjangan yang dianggap layak untuk diberikan kepada PNS.
3.       Mengkaitkan sistem penggajian dengan sistem penilaian kinerja dengan tujuan untuk memacu prestasi dan motivasi kerja.
4.       Menata sumber-sumber pembiayaan gaji agar tercipta transparansi dalam system penggajian dan mendorong pengintegrasian anggaran rutin dan pembangunan agar tersedia dana yang cukup bagi pembayaran gaji PN secara layak. Dengan penerapan struktur gaji Pegawai Negeri ini maka tidak ada lagi honor-honor, dan penghasilan lain diluar gaji dan tunjangan yang resmi ;
5.       Mengupayakan agar penghasilan PNS disesuaikan dengan dengan tingkat inflasi, antara lain dengan membuat indeks untuk dijadikan dasar bagi penyesuaian gaji dan tunjangan.
6.       Agar beban anggaran belanja pegawai tidak terlalu besar maka perlu dirumuskan kebijakan outsourcing untuk jabatan fungsional umum, khususnya yang menyangkut masalah rekrutmen dan penggajian.
7.       Menyusun Peraturan Pemerintah tentang Dana Pensiun dalam menata pengelolaan dana pensiun;


2.10.1.6 Kriteria Kebijakan dan Sistem Remunerasi yang Efektif
1.       Adil (Fair)
2.       Mendorong Motivasi
3.       Kompetitif (Bersaing)
4.       Tepat
5.       Memenuhi Ketentuan UU & PP Yang Berlaku

2.10.1.7 Rencana Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai Negeri
                Mengacu pada sistem remunerasi yang telah pernah diterapkan di Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah nomor 200 tahun 1961 (PGPN- 1961) yang menetapkan gaji berdasarkan “harga jabatan” maka struktur gaji Pegawai Negeri akan didesain berdasarkan jabatan. Didalam struktur Remunerasi Pegawai Negeri tidak ada tunjangan jabatan tetapi sebenarnya sudah termasuk didalam gaji (karena setiap jabatan mempunyai harga jabatan).

2.10.1.8 Struktur Remunerasi yang Diusulkan
1.       Gaji
Gaji ditetapkan dengan memperhatikan peranan masing-masing PNS dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan; Dalam struktur remunerasitidak digunakan istilah gaji pokok tetapi gaji untuk menghindari dampak keuangan negara terhadap perubahan uang pensiun Pegawai Negeri yang telah pensiun sebelum peraturan tentang gaji ini berlaku dan terhadap penerapan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 16 ayat (2) tentang tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru)
·        Peranan setiap jabatan tersebut diukur dengan bobot jabatan yang dihasilkan melalui evaluasi jabatan
·        Evaluasi jabatan dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
a)      Pengetahuan
b)      Kebutuhan akan kontrol dan supervisi
c)       Jenis dan kebutuhan akan pedoman
d)      Kompleksitas
e)      Ruang lingkup dan dampak
f)       Hubungan interpersonal
g)      Lingkungan kerja
h)      Penetapan besaran gaji berdasarkan klasifikasi jabatan dan peringkat jabatan
i)        Golongan /pangkat yang berlaku sementara waktu masih digunakan namun untuk eselonisasi kemungkinan tidak kita gunakan lagi tetapi diganti dengan peringkat jabatan manajerial

2.       Tujangan Hidup (Kemahalan)

·        Tunjangan ini diberikan untuk kebutuhan pangan, perumahan dan transport yang berbeda nilainya dari setiap daerah.
·        Besarnya tunjangan dihitung dengan memperhatikan kebutuhan tingkat biaya hidup di masing-masing daerah;
·        Tunjangan biaya hidup untuk daerah dibebankan pada APBD masing-masing

3.       Tunjangan Kinerja (Insentif)

·        Tunjangan prestasi diberikan pada akhir tahun
·        jumlahnya tergantung pada tingkat prestasi dan pencapaian target/output yang dicapai pegawai berdasarkan hasil penilaian kinerja tahunan
·        Jumlah maksimum adalah 3 kali gaji.

4.       Tunjangan Hari Raya

·        Tunjangan diberikan setahun sekali dan besarnya adalah sama dengan gaji
·        Tunjangan diberikan kepada PNS dan CPNS yang masa kerjanya minimal 6 bulan
·        Tunjangan diberikan menjelang hari besar keagamaan.

5.       Tunjangan Kompensasi
Tunjangan kompensasi diberikan kepada:
·        PNS yang ditugaskan di daerah terpencil, daerah yang bergolak
·        PNS yang bekerja di lingkungan yang tidak nyaman, berbahaya atau beresiko tinggi
·        Besarnya tunjangan ditetapkan dengan memperhatikan tingkat ketidaknyamanan atau resiko yang dihadapi pegawai

6.       Iuran bagi Pemeliharaan Kesehatan PNS dan Keluarganya diberikan dalam jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar PNS

7.       Iuran bagi Dana Pensiun PNS dan THT dengan jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar pegawai.

2.10.1.9 Penutup
·        Penyempurnaan sistem penggajian merupakan bagian dari upaya penerapan manajemen kepegawaian berbasis kinerja dan pencegahan KKN
·        Penerapan sistem penggajian yang berdasarkan sistem merit seyogyanya didahului oleh:
a)      Penyusunan visi dan misi
b)      Penyempurnaan struktur organisasi
c)       Penataan pegawai
d)       Penyempurnaan sistem pensiun
e)       Penerapan sistem perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja
·         Dalam rangka mempersiapkan penerapan sistem remunerasi baru, Pemerintah perlu membentuk Tim Remunerasi Nasional yang beranggotakan wakil-wakil dari Kementerian PAN, Dep.Keu,Depdagri,BKN, LAN, Setneg, Setkab,Polri dan TNI dan Bappenas.
·         Penerapan sistem remunerasi baru dapat dilaksanakan apabila sudah ada perbaikan gaji pejabat negara.


2.10.2 Remunerasi di kementrian Hukum dan HAM RI
Sedangkan yang menjadi payung hukum pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan HAM RI adalah Peraturan Presiden No. 40 tahun 2011 tentang Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam Peraturan tersebut juga dicantumkan nominal tunjangan kinerja berdasarkan kelas jabatannya (Job Class) masing-masing.
Mengenai pelaksanaan pemberian remunerasi telah tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan HAM RI, tertera dalam bab 2 mengenai komponen penentu besaran tunjangan kinerja yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011.
Dalam pasal 3 menyebutkan bahwa tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 diberikan berdasarkan 3 komponen, yaitu:
1.       Target kinerja yang dihitung menurut kategori dari nilai capaian Standar Kinerja Pegawai (SKP)
2.       Kehadiran menurut hari dan jam kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI serta cuti yang dilaksanakan oleh pegawai, dan
3.       Ketaatan pada kode etik dan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Sedangkan dalam pasal 4 disebutkan bahwa :
1.       Tunjangan kinerja dibayarkan secara proporsional berdasarkan kategori dan nilai capaian SKP
2.       Ketentuan mengenai kategori dan nilai capaian SKP sebagaiamana dimaksud dalam pasal 3 huruf a serta penerapannya diatur dalam Peraturan Menteri.
Besaran tunjangan kinerja yang akan diterima tidak mutlak sama dengan besaran yang ditetapkan sesuai grade karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya jumlah kehadiran (telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011). Selain itu di masa yang akan datang, besaran tunjangan kinerja bisa naik atau juga bisa turun, tergantung dari hasil penilaian Tim Evaluasi Independen.

2.10.2.1 Hak-hak Fundamental Pekerja
2.10.2.1.1 Hak Asasi Manusia
Pada tahun 1944 Konferensi Perburuhan Internasional bertemu di Philadelpia, Amerika Serikat. Pertemuan ini menghasilkan DEKLARASI PHILADELPIA, yang mendefinisikan kembali tujuan dan maksud Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Deklarasi tersebut memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
·         Tenaga kerja bukanlah barang dagangan
·         Kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan berserikat adalah penting untuk mencapai dan mempertahankan kemajuan yang telah dicapai
·         Dimana ada kemiskinan, di situ kesejahteraan terancam
·         Semua manusia, tanpa memandang ras, asal usul, atau jenis kelamin, berhak mengupayakan kesejahteraan jasmani dan rohani dalam kondisi-kondisi yang menghargai kebebasan, harkat dan martabat manusia, dan kondisi-kondisi yang memberikan jaminan ekonomi dan kesempatan yang sama.
Deklarasi ini menjadi pendahulu dan memberikan pola bagi Piagam Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia.
ILO pada bulan Juni 1998 melalui Konferensi Perburuhan Internasional telah mengadopsi Deklarasi mengenai Prinsip-Prinsip dan Hak-Hak Mendasar di Tempat Kerja, hal ini menandai penegasan kembali kewajiban universal para negara anggota ILO untuk menghargai, memasyarakatkan, dan mewujudkan prinsip-prinsip mengenai hak-hak mendasar yang menjadi subjek dari Konvensi-Konvensi ILO, sekalipun mereka belum meratifikasi Konvensi-Konvensi tersebut (Indonesia mejadi Anggota ILO sejak tahun 1950). Saat ini Indonesia telah meratifikasi Lima Belas Konvensi-Konvensi ILO, dan Delapan diantara adalah Konvensi Inti ILO (Core ILO Conventions) yaitu:
·         Konvensi ILO No. 29 tentang Penghapusan Kerja Paksa
·         Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi
·         Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berorganisasi dan Melakukan Perundingan Bersama
·         Konvensi ILO No. 100 tentang Pemberian Upah Yang Sama Bagi Para Pekerja Pria dan Wanita
·         Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Semua Bentuk Kerja Paksa
·         Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
·         Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja
·         Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.
Timor Leste menjadi anggota ILO, ke – 177, pada tanggal 19 Agustus 2003.  Belum ada Konvensi Inti ILO yang diratifikasi oleh pemerintah Timor Leste tapi pada Laporan Governing Body (GB.300/LILS/7 300th Session) dikatakan bahwa - ……The Government indicated during the 93rd Session (June 2005) of the International Labour Conference that it was looking into the ratification of the eight Conventions concerned.
Namun demikian, pengakuan pada ketentuan dari Konvensi seringkali terhalang oleh hambatan serius dimana peraturan perundang-undangan tidak mampu menjamin secara memuaskan jaminan yang ditetapkan Konvensi yang menyangkut langkah-langkah perlindungan terhadap pelanggaran hak-hak serikat pekerja, baik karena ketentuanketentuannya tidak cukup mendorong untuk tidak melakukan atau karena ketentuanketentuan itu menyampingkan kategori-kategori pekerja tertentu (seperti pembantu
rumah tangga, pekerja pertanian, pegawai negeri), ataupun juga karena keadaan akan pengakuan kemerdekaan sipil dan politik dan pengakuan terhadap hak asasi manusia. Hal tersebut menjadi komitmen terus menerus serikat pekerja untuk pencapaian hak-hak pekerja/serikat pekerja sebagai legitimasi akan martabatnya sebagai manusia yang dilindungi oleh hukum/undang-undang/standar-standar internasional perburuhan. Freedom (Kebebasan), Justice (Keadilan), Security(Keamanan) dan Faith (Keyakinan) adalah nilai-nilai yang melekat secara tegas pada manusia dimana mereka menemukan martabatnya sebagai manusia-human dignity (dikatakan oleh Frank Tannenbourn dalam bukunya ”Philosophy of Labor”). Serikat pekerja berusaha keras untuk mengembalikan nilai-nilai itu, melalui perjuangan pencapaian hak-hak pekerja/serikat pekerja. Trade Union Rights are Human Rights.

2.10.2.1.2 Kebebasan Berserikat dan Hak Berunding Bersama
Prinsip-prinsip dan hak mengenai kebebasan berserikat dan berunding bersama diatur dalam Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 (diratifikasi melalui Keppres RI No. 83 Tahun 1998) dan Konvensi ILO No. 98 tahun 1949 (diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No. 18 tahun 1956).
Konvensi ILO No. 87 tahun 1948
Tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memberikan jaminan kepada pekerja/buruh dan pengusaha akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota kelompok, akan kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara:
·         Bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada
·         Tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabangcabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada
·         Bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu
·         Bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi organisasi yang dibentuk oleh pekerja ataupun pengusaha, sehingga tanpa adanya campur tangan dari institusi publik, mereka dapat:
·         Bebas menjalankan fungsi mereka, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja
·         Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktifitasnya
·         Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka
·         Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak
·         Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja/pengusaha internasional. Bersamaan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja dan pengusaha.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menyebutkan secara tidak tegas mengenai Hak Mogok, dalam pasal 3 ayat 1 : organisasi pekerja dan organisasi pengusahaberhak menyusun AD/ART mereka, memilih wakil-wakil mereka dengan kebebasan penuh, menyelenggarkan administrasi dan kegiatan mereka serta menyusun program mereka”. Dan ditegaskan lagi pada pasal 10 : mendorong dan membela kepentingan pekerja dan pengusaha”.
Hak mogok adalah hak fundamental bagi pekerja dan organisasi-organisasi mereka sebagi maksud untuk mempromosikan dan membela kepentingan ekonomi dan sosial mereka secara syah. Tetapi mogok adalah usaha akhir dari serikat pekerja setelah usaha-usaha yang bersifat kooperatif atau melalui meja perundingan tidak dapat dicapai kesepakatan. Dan hal inipun diatur melalui kebiasan dan hukum nasional setempat. Konvensi ILO No. 87 ini juga dipertegas lagi dengan keluarnya UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Konvensi ILO No. 98 tahun 1949
Maksud dari Konvensi ini adalah untuk melindungi hak pekerja untuk berserikat tanpa adanya campur tangan dari pihak pengusaha. Konvensi ini juga menguraikan prinsipprinsip ILO yang mendasar mengenai Berunding bersama:
·         Hak pekerja untuk dilindungi dari berbagai undang-undang diskriminatif terhadap serikat pekerja. Secara khusus adalah undang-undang yang dimaksud untuk menghalangi pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja atau yang kemudian menyebabkan pekerja mengundurkan diri sebagai anggota serikat pekerja. Termasuk pula undang-undang yang menyebabkan pekerja mendapat tuduhan ataupun dipecat karena aktifitas maupun keanggotaan mereka di serikat pekerja
·         Hak organisasi buruh dan pengusaha untuk mendapatkan perlindungan yang layak atas campur tangan dari masing-masing pihak dalam terbentuknya, berfungsinya dan terlaksananya organisasi mereka
·         Memastikan peningkatan perundingan bersama dan sekaligus mempertahankan otonomi para pihak dan sifat sukarela dari negosiasi sebagai maksud untuk menentukan syarat-syarat dan kondisi-kondisi kerja
Dalam syarat melakukan perundingan bersama adalah pengakuan, keperwakilan.
Pengakuan ini bersifat tidak diwajibkan (optional), dengan maksud agar jangan sampai organisasi yang paling mewakili diberikan hak-hak istimewa melebihi prioritas dalam perwakilan untuk melakukan perundingan bersama dibandingkan dengan organisasi lainnya yang mewakili (bila terdapat lebih dari satu organisasi pekerja/pengusaha). Perjanjian Kerja Bersama (collective bargaining agreement) memberikan dua sisi manfaat yang berbeda bagi serikat pekerja/pekerja dan pengusaha. Bagi serikat pekerja, Perjanjian Kerja Bersama memberikan manfaat yang lebih khususnya dalam:
·         Nilai kekuatan dengan banyak anggota yang belum terlibat akan menjadi anggota serikat pekerja
·         Anggota yang aktif akan mengajak atau mempengaruhi anggota yang belum aktif untuk lebih aktif menjadi anggota
·         Meningkatkan kepercayaan anggota
·         Anggota lebih terorganisir
·         Serta serikat pekerja menjadi suatu hal yang baik bagi pekerja. Perjanjian Kerja Bersama ini secara tidak langsung menimbulkan dampak yang menguntungkan meningkatkan daya saing perusahaan dan sektor bisnis pada umumnya, lebih jauh lagi menimbulkan dampak positif pada hubungan antara pekerja dan serikat pekerja ditingkat perusahaan karena perundingan yang komplek tentang pengupahan dan sebagainya telah ditentukan. Perjanjian Kerja Bersama ini akan menekankan serikat pekerja untuk lebih hati-hati dalam penggunaan hak mogoknya sebagai upaya yang paling akhir dan lebih mengedepankan proses dialog atau negosiasi dalam menyampaikan tuntutannya.
Mengedepanan prinsip berunding bersama adalah suatu proses :
1.       Pencapaian suatu kesepakatan
2.       Penyelesaian konflik yang saling menguntungkan kedua belah pihak (conflik resolution for mutual gain)
3.       Menjaga hubungan industrial yang harmonis dalam waktu lama (maintanance industrial peace).

2.10.2.1.3 Larangan Terhadap Diskriminasi
Konvensi yang berhubungan dengan promosi Anti Diskriminasi dan Kesamaan Kesempatan dan Perlakuan (Pekerja Laki-Laki dan Perempuan) dalam Hubungan Kerja dan Pekerjaan adalah Konvensi ILO No. 100 tahun 1951 (diratifikasi melalui UU No. 80 tahun 1957) dan Konvensi ILO No. 111 tahun 1958 (diratifikasi melalui UU No. 21 tahun 1999).
Konvensi ILO No. 100 tahun 1951 tentang Pemberian Upah Yang Sama Bagi Para Pekerja Laki-Laki dan Perempuan
Konvensi ini mengharuskan negara yang meratifikasi untuk mengambil langkah memajukan dan (dimana hal ini konsisten dengan metode yang dibuat untuk penetapan upah) memastikan pelaksanaan prinsip dari kesaman pengupahan bagi tenaga kerja perempuan dan laki-laki untuk pekerjaan yang sama nilainya. Persyaratan ini melampaui kesamaan perlakuan untuk pekerjaan yang “sama” atau “sejenis” dimana nilai dari jenis pekerjaan yang berlainan harus dibandingkan tanpa diskriminasi atas dasar jenis kelamin.
Prinsip ini berlaku untuk gaji dasar biasa, dan pada penghasilan tambahan lainnya, baik dalam bentuk tunai atau barang, yang dibayarkan oleh pengusaha. Kesamaan pengupahan adalah hak dasar yang ditetapkan oleh ILO dalam Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-Hak di tempat Kerja. Hal ini secara langsung berhubungan dengan isu pengurangan kemiskinan dan peningkatan pembangunan. Bertambahnya pendapatan perempuan kemungkinan besar akan digunakan untuk meningkatkan investasi kesehatan dan pendidikan anak.
Konvensi ILO No. 111 tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
Konvensi ini dimaksudkan untuk mempromosikan kesamaan kesempatan dan perlakuan guna mengakhiri segala bentuk diskriminasi dalam kesempatan kerja dan pekerjaan.Istilah “DISKRIMINASI” didefinisikan dalam Konvensi sebagai segala bentuk pembedaan, penyisihan atau pilihan yang dibuat berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, asal bangsa atau tata masyarakat yang meyebabkan peniadaan atau pengurangan kesamaan kesempatan atau perlakuan dalam kesempatan kerja dan pekerjaan. Diskriminasi harus ditiadakan dalam akses ke pelatihan kerja, pekerjaan dan kerja khusus dan serta syarat dan kondisi pekerjaan. Konvensi ini diperkuat lagi dengan UU No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)3. 3CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women). Konvensi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979, merupakan perjanjian internasional tentang perempuan yang paling komprehensif dan menetapkan kewajiban hukum yang mengikat untuk mengakhiri diskriminasi terhadap
Perempuan diseluruh dunia disatukan melalui permasalahan-permasalahan yang sama – ketidakberuntungan;
Mendapatkan kualitas pendidikan formal yang rendah, halangan dalam pekerjaan karena beban tanggung jawab keluarga-akses untuk pelatihan dan promosi kerja, bekerja pada sektor-sektor tertentu yang menempatkan mereka pada posisi upah rendah, mereka juga sedikit akses untuk mendapatkan upah tambahan seperti bonus atau penghargaan. Melalui kedua Konvensi tersebut diatas, telah jelas diuraikan bahwa para pekerja lakilaki dan perempuan mempunyai hak yang sama dan terhindar dari diskriminasi. Serikat pekerja mempunyai peran yang jelas dalam mempromosikan kesetaraan jender (promoting Gender Equality), untuk menjadikan Konvensi-Konvensi ini menjadi nyata didalam pelaksanaannya.

2.10.2.1.4 Penghapusan Kerja Paksa
Kerja paksa ditemukan dalam berbagai bentuk sepanjang sejarah, dan tidak menutup kemungkinan saat ini masih berlangsung praktek tersebut meskipun dalam bentuk yang berbeda (modern slavery/manpower exploitation. perbudakan modern/eksploitasi tenaga kerja, karena kepentingan-kepentingan praktek-praktek bisnis semata dan mengesampingkan hak dan harkat hidup manusia). Kerja paksa/kerja yang dipaksakan dapat meyuburkan kemiskinan, dan menghalangi pelaksanaan hak asasi manusia mendasar lainnya seperti kebebasan berserikat dan kebebasan dari diskriminasi. Konvensi yang mengatur tentang penghapusan kerja paksa adalah Konvensi ILO No. 29 tahun 1930 (diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 31 Maret 1933,Ned.Stbl.No.26, 1933 jo Ned.Stbl. No.236, 1933. Dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Stbl. No. 261, 1933) dan Konvensi ILO No. 105 tahun 1957 (diratifikasi melalui UU No. 19 tahun 1999).
Konvensi ILO No. 29 tahun 1930
Mengharuskan negara yang meratifikasi untuk menghentikan penggunaan kerja paksa atau kerja wajib dalam segala bentuknya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kerja paksa atau wajib kerja secara luas didefiniskan sebagai”semua kerja atau jasa yang dituntut dari seseorang dibawah ancaman hukuman dan bahwa si pekerja tidak menawarkan jasanya secara sukarela”
Konvensi ILO No. 105 tahun 1957
Konvensi ini memperkuat Konvensi ILO No. 29. Konvensi ILO No. 105 tahun 1957 menentukan penghapusan kerja paksa untuk lima situasi khusus yang berhubungan dengan penindasan politis, yaitu kerja paksa atau wajib yang digunakan:
1.       Sebagai cara penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman untuk pemahaman atau pernyataan pandangan politik atau pandangan yang secara ideologis bertentangan dengan system politik,sosial atau ekonomi yang syah; perempuan. Konvensi ini menetapkan persamaan kesempatan perempuan dan laki-laki untuk menikmati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya
2.       Sebagai cara untuk pengembangan ekonomi
3.       Sebagai cara untuk membina disiplin tenaga kerja
4.       Sebagai hukuman karena keikutsertaan dalam pemogokan
5.       Sebagai cara pelaksanaan diskriminasi rasial, sosial, bangsa atau agama.

2.10.2.1.5 Penghapusan Pekerja Anak
Anak adalah aset suatu bangsa, penerus generasi suatu bangsa. Perlindungan terhadap mereka merupakan satu elemen penting dalam upaya untuk mencapai keadilan sosial dan perdamaian universal. Perburuhan anak-anak amat bertentangan dengan upaya menumbuh-kembangkan kemampuan anak sebagai manusia, nilai-nilai universal mengenai pekerjaan yang layak (decent work4) dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, serta upaya penanggulangan kemiskinan.
Perburuhan anak-anak berdampak buruk terhadap kesehatan dan pendidikan anak-anak, bahkan tidak jarang mengakibatkan kematian. Konvensi yang mengatur mengenai penghapusan pekerja anak adalah Konvensi ILO No. 138 tahun 1973 (diratifikasi melalui UU No. 20 tahun 1999) dan Konvensi ILO No. 182 tahun 1999 (diratifikasi melalui UU 01 tahun 2000).
Pekerja Maju Untuk Menang Dalam Serikat Pekerja
Apa yang telah diuraikan diatas adalah suatu standard yang paling mendasar(Findamental Standards) Organisasi Perburuhan Internasional. Ketentuan-ketentuanyang tercantum dalam standar tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun perundang undangan nasional. Karena itu, Konvensi-Konvensi PerburuhanInternasional memiliki dampak yang terus berlanjut di luar kewajiban-kewajiban hukum yang ditimbulkan. Setiap anggota Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mempunyai komitmen, yang dipertegas melalui Deklarasi Prinsip-Prinsip dan Hak-Hak Mendasar di Tempat Kerja “ untuk menghargai, memasyarakatkan, dan mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja”.
Hak pekerja/serikat pekerja adalah hak asasi manusia. Semua hak-hak yang dibicarakan dalam serikat pekerja; hak – hak dasar, hak – hak fundamental, ILO Core Conventions – Konvensi Inti ILO atau nama – nama lainnya, sesungguhnya adalah sama yaitu termasuk dalam Hak Asasi Manusia (HAM). Tetapi permasalahan yang 4 Decent work – the heart of social progress. “The primary goal of the ILO today is to promote opportunities for women and men to obtain decent and productive work, in conditions of freedom, equity, security and human dignity.” - ILO Director-General Juan Somavia. Decent work should be at the heart of global, national and local strategies for economic and social progress. It is central to efforts to reduce poverty, and a means for achieving equitable, inclusive and sustainable development. The ILO works to promote decent work through its work on employment, social protection, standards and fundamental principles and rights at work and social dialogue. dihadapi saat ini adalah TIDAK SEMUA pekerja menyadari bahwa mereka mempunyai hak tersebut ataupun tidak berani”meminta” hak tersebut. Sebagai perorangan pekerja tidak akan pernah mampu memperjuangkan kepentingannya (“meminta haknya”) atas apa yang telah dilakukan sebagai kewajiban. Mereka membutuhkan organisasi, serikat pekerja, untuk pencapaian dan pemenuhan hak-haknya.

2.11 Tantangan Remunerasi
Merancang program Remunerasi merupakan suatu proses yang kompleks. Ini bukan hanya melakukan penelitian gaji dan menempatkan bilangan pada selembar formulir. Di masa lalu, mereka yang mengurusi Remunerasi harus memahami proses perencanaan, proyeksi, dan pengaturan. Mereka juga harus terbiasa dengan prosedur statistik Sebagai tambahan, mereka harus mampu mengumpulkan data dari banyak sumber dan mengatur data menjadi struktur sehmgga setiap orang dapat memahami dan menggunakannya. Struktur tersebut harus memenuhi kebutuhan yang layak dan permintaan karyawan dan manajer dan juga sesuai dengan fflosofi organisasi dan kemampuannya untuk membayar. Semuanya ini tidak dapat dicapal melalui metode sembarangan. Ini memerlukan pengembangan suatu sistem. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, orang memahami nilai uang dalam kehidupan mereka. Orang-orang boleh jadi melakukan banyak tindakan manajerial yang tidak keliru, namun ketika berurusan dengan pembayaran mereka menjadi sangat cermat.
Dalam organisasi masa kini, yang berubah-ubah dan lebih informal struktur pekerjaan sedang berubah. Sistem Remunerasi tradisional yang strukturnya rumit tidak disukai karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Ahli profesional penggajian harus meniadi lebih tanggap dan fleksibel. Jelas bahwa pekerjaan saat ini membutuhkan kompetensi. Bentuk organisasi yang baru mengharuskan orang untuk menghabiskan lebih banyak waktu pada kerja sama tim dan proyek. Oleh karena itu, job description yang lama yang berkaitan dengan tingkat pembayaran mulai menjadi usang. Setelah mulai muncul sistem baru, muncul kebutuhan mendesak untuk memonitor dan mengukur secara objektif hasil kerja sistem.
Dengan menyelidiki proses dari awal hingga sistem Remunerasi dan hasilnya, seseorang dapat menemukan petunjuk untuk melakukan penilaian. Potensi kekeliruan terjadi ketika dilakukan pengukuran kegunaan dan hasil dari sistem dan ketika menyiratkan bahwa ini diseja-jarkan dengan produktivitas atau efektivitas departemen Remunerasi. Pada satu sisi ini benar, pada sisi lain ini tidak benar. Poin ini penting dan masalahnya cukup kompleks sehingga kita butuh waktu untuk menentukan dasar pemikiran kriteria pengukuran yang berbeda.
Pertama, mengacu kepada definisi kita akan produktivitas dan efektivitas, Saudara ingat bahwa “produktivitas” berkaitan dengan tingkatan hasil kerja dalam aktivitas yang berharga. Efektivitas ialah melakukan hal yang benar—memperoleh hasil yang diinginkan. Dua isu ini secara semantik berbeda tetapi secara pragmatis tidak terpisahkan. Adalah sulit untuk membayangkan performa efektif yang dilakukan dalam suatu cara yang tidak produktif. Meskipun demikian, saya akan menawarkan cara untuk melihat departemen Remunerasi dari dua sisi sudut pandang produktif dan sudut pandang efektif.
Departemen Remunerasi mencoba untuk memenuhi peranan organisasi dalam membantu menarik, mempertahankan, dan member insentif karyawan dengan melakukan beberapa hal berikut ini:
·         Membentuk sistem manajemen kinerja dan penggajian yang sesuai dengan kebutuhan organisasi yang berkembang.
·         Mengatur biaya program penggajian tidak hanya dengan memonitor biaya tetapi juga dengan memengaruhi cara manajer menggunakan program.
·         Staf penggajian mencoba untuk mengomunikasikan sistem penggajian dan manajemen hasil kerja kepada karyawan sehingga mereka akan memahami bagaimana dan mengapa sistem berjalan seperti itu.
·         Departemen penggajian, dengan memonitor pelaksanaan penggajian dari manajemen, berusaha meyakinkan karyawan bahwa sistem pembayaran itu bersifat adil, seimbang, dan kompetitif.
Cara untuk menilai produktivitas atau efektivitas departemen Remunerasi ialah dengan melihat setiap inti aktivitas secara terpisah, dimulai dengan rancangan sistem. Pertanyaannya ialah, Apakah sistem penggajian sesuai dengan struktur organisasi dan filosofi manajemen? Seiring perubahan pasar dan organisasi, sistem penggajian harus dirancang ulang. Banyak metodologi penggajian alternatif yang hilang. Penggajian berdasar keahlian ialah satu pendekatan yang memiliki potensi untuk mengatasi kekurangan sistem penggajian tradisional dan memenuhi tantangan sistem penggajian saat ini. Cara ini juga merupakan salah satu inovasi Remunerasi yang paling cepat bertumbuh seiring dengan lebih banyak lagi organisasi yang mencari cara untuk membuat hubungan langsung antara kinerja organisasi, kontribusi individu, dan gaji. Pembayaran insentif dan broadbanding(teknik untuk mengelompokkan struktur gaji yang berbeda, ini digunakan oleh Departemen Penggajian dalam Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah dua metodologi lainnya yang masih sangat digemari. Pendekatan baru sedang diuji dalam banyak organisasi; bahkan karyawan bertanggung jawab atas penentuan gaji mereka. Pesan di sini ialah profesional Remunerasi harus memiliki keahlian baru dan kreatif untuk merancang sistem gaji di masa depan dan menghadapi tantangan yang berlanjut dari kompetisi bisnis dan survival ekonomi.
Pengontrolan biaya merupakan aktivitas departemen Remunerasi. Meskipun demikian, hasil dari aktivitas tersebut ialah di luar departemen. Tentu saja biaya merupakan suatu fungsi dari bagaimana komponen sistem ditangani. Sebagai contoh, menulis deskripsi tugas pekerjaan dan menentukan tingkat pekerjaan memengaruhi biaya gaji. Saudara dapat mengukur produktivitas dengan menghitung berapa lama waktu yang diperlukan analisis Remunerasi untuk menulis suatu deskripsi tugas pekerjaan atau tingkatan satu kelompok kerja. Saudara juga dapat menggunakan pihak ketiga untuk melaksanakan tugas ini dan menghasilkan produktivitas yang serupa. Meskipun demikian, efektivitas pekerjaan diukur berdasar apa yang terjadi ketika manajer menggunakan penjelasan ini dan melakukan penggajian.
Pekerjaan dilakukan secara efektif jika manajer dapat menarik, mempertahankan, dan menyediakan insentif untuk orang, sambil tetap berada di dalam anggaran gaji. Berdasarkan defmisi, jika suatu sistem mencapai tujuannya dan melakukannya dengan tingkat kepuasan yang dapat diterima maka sistem ini efektif. Bagian kedua dari definisi ini mengarah kepada poin inti ketiga dari pengukuran Remunerasi.
Kepuasan karyawan adalah suatu fenomena yang berada di luar departemen penggajian, namun ini tergantung pada sebagian pekerjaan staf penggajian. Sejumlah sarana tersedia bagi departemen penggajian untuk menjelaskan sistem kepada karyawan. Metode yang paling langsung ialah pertemuan dan menulis laporan resmi baik secara elektronik maupun di atas kertas. Meskipun demikian, metode yang amat penting ialah cara bagaimana manajer menggunakan program. Peranan manajer penggajian ialah untuk memastikan bahwa anak buahnya yang berada di posisi pengawasan menangani sistem sesuai dengan cara yang diharapkan. Cara terbaik untuk menentukan hal itu ialah melalui survei karyawan dan wawancara keluar. Ketika berkaitan dengan persoalan penggajian, orang jarang merasa enggan untuk memberi tahu Saudara akan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Sumber data efektivitas yang tidak begitu formal tetapi mudah diakses ialah umpan balik (feedback) harian. Staf Saudara biasanya mengetahui bagaimana orang berpikir mengenai gaji mereka. Mereka mendengar hal tersebut di sepanjang waktu jika mereka memelihara hubungan baik dengan karyawan. Jika karyawan memahami dan setuju dengan program penggajian, adalah hal wajar untuk mengatakan bahwa staf telah melakukan pekerjaan yang efektif. Mereka juga mendengar soal ini dari kelompok kepegawaian. Jika mereka tidak dapat merekrut karyawan baru oleh karena gaji yang ditawarkan rendah, Saudara pasti tahu apa ini artinya.
Ringkasnya, relatif mudah untuk mengukur produktivitas staf Remunerasi. Terutama ini memerlukan penilaian seberapa efisiennya mereka dan/atau vendor luar dalam melaksanakan tugas mereka. Efektivitas lebih ambigu karena efektivitas merupakan istilah subjektif. Untuk memperoleh satu penilaian yang baik tentang efektivitas, kita perlu menciptakan suatu gabungan yang terdiri dari variabel hasil eksternal. Meskipun gabungan ini tidak serapi satu ukuran tunggal yang tegas, cara ini merupakan satu-satunya jalan untuk menghasilkan indikator yang bermanfaat.

2.12 Mempertahankan Sistem yang Berjalan
Salah satu pernyataan yang paling benar mengenai struktur gaji ialah struktur gaji tidak boleh kaku dan harus dinamis. Di masa lalu, ini berarti tinjauan tahunan terhadap tingkat pembayaran. Struktur berubah hanya jika peristiwa yang signifikan terjadi. Dewasa ini, dan beberapa tahun ke depan, strukturnya menjadi kurang permanen. Organisasi masih melakukan eksperimen, mencoba untuk mengatur gaji dan biaya. Adalah menarik untuk melihat organisasi bergerak ke metode baru seperti broadbanding, dan kemudian secara bertahap memodifikasinya.
Dengan kecenderungan menuju ke arah teamwork (kerja tim), komponen yang menyatukan satu struktur gaji sebagai satu kesatuan harus dimonitor secara terus-menerus. Oleh karena pekerjaan berubah, maka pekerjaan harus diperluas. Seorang manajer yang proaktifakan berpikir ke depan untuk melihat perubahan dan gejala struktural.
Mengaudit job deskripsi hanyalah bagian dari proses. Uraian tugas pekerjaan menolong perekrut yang memerlukan informasi paling baru untuk mengisi pekerjaan. Meskipun demikian, struktur gaji tidak akan bermanfaat kecuali diikuti dengan evaluasi. Oleh karena itu, sistem pemeliharan yang teratur adalah dua langkah proses. Ketika deskripsi pekerjaan ditulis ulang maka evaluasi pekerjaan dilakukan dan struktur dirancang ulang. Tujuan pemeliharaan dapat ditentukan untuk deskripsi, evaluasi, dan leveling. Rumus berikut ini menghasilkan faktor evaluasi pekerjaan.

2.13  Perkembangan Remunerasi Ke Depan
Remunerasi dimulai dari Kementerian Keuangan sejak Tahun 2007, namun sebelumnya Kementerian Keuangan sudah memperoleh Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) sejak Tahun 1971, dengan Keppres Nomor 15 Tahun 1971, dari tahun tersebut tunjangan yang diterima adalah 9 x gaji pokok berkurang menjadi 8 x gaji pokok kemudian 7 x gaji pokok seluruh PNS, setelah penghasilan pegawai hampir sama dengan pegawai Kementerian lain, maka TKPKN pegawai kementerian Keuangan naik lagi, namun tidak didasarkan pada berapa kali gaji malainkan dengan pola perhitungan tertentu. Remunerasi dikaitkan dengan Reformasi birokrasi
Terdapat masalah-masalah besar yang menghambat pembangunan Indonesia dewasa ini yaitu :
1.       Birokrasi masih dirasakan masyarakat adalah gemuk,lebar dan lamban
sehingga belum profesional
2.       Belum mampu memberikan pelayanan prima kepada investor
3.       Masih banyak ditemukan KKN,penyelewengan dan penyalahgunaan
keuangan negara diberbagai instansi
4.       Korupsi masih membudaya dan membahayakan laten dan dilakukan
terselubung dan merugikan masyarakat dan negara
5.       Belum memadai infrastruktur dan memerlukan dana yang cukup besar
6.       Anggaran negara belum bisa memenuhi kekurangan infrastruktur
Berkaitan dengan masalah-masalah tersebut, Pemerintah berupaya untuk mengatasi dan menyusun program-program berkelanjutan menjadi 9 (sembilan) areal perubahan dalam program percepatan Reformasi Birokrasi yaitu :
1.       Penataan struktur birokrasi
2.       Penataan jumlah dan distribusi pegawai
3.       Sistem seleksi dan promosi secara terbuka
4.       Profesionalisasi pegawai
5.       Pengembangan sistem elektronik pemerintah (E-Goverment)
6.       Peningkatan Pelayanan Publik
7.       Pengingkatan Transparansi dan Akuntabilitas Aparatur
8.       Efisiensi Penggunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana
9.       Peningkatan Kinerja Pegawai
Setiap tahapan Reformasi Birokrasi tersebut dilaksanakan akan membawa dampak, baik berupa penghematan anggaran,peningkatan penerimaan negara maupun peningkatan pelayanan masyarakat.

2.14 Faktor Evaluasi Pekerjaan
                Faktor evaluasi pekerjaan sering menjadi hambatan dalam kaitannya dengan besaran remunerasi yang akan diterima karyawan, satu rumusan yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan yang telah dievaluasi. Rumus yang dimaksut dapat dilihat sebagai berikut:
JEF = (JE/J)*100%
Dimana :
JFF          =  Persentase pekerjaan yang telah dievaluasi dan disamaratakan
JE            =  Jumlah pekerjaan yang telah dievaluasi dan disamaratakan
J              =  Total jumlah pekerjaan dalam sistem
Contoh :
Diketahui jumlah pekerjaan yang telah dievaluasi dirata-ratakan 207. Sedangkan total jumlah pekerjaan dalam sistem 238. Berapa persenkah pekerjaan yang telah dievaluasi dan disamaratakan?
Jawab :
JEF =    X 100 = 86,97 % = 87%
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekerjaan yang telah dievaluasi dan disamaratakan mencapai 87%.
                Cara lain untuk melihat vitalitas dari suatu sistem ialah mendekatinya dari sudut pandang pengecualian. Berapa banyak pengecualian yang ada di dalam struktur, atau seberapa sering waktu yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian dalam meraih tujuan yang bermanfaat ? dua contohnya merupakan pengecualian peningkatan gaji dan penyesuaian gaji, dan biasanya untuk sekelompok pekerjaan.
                Pada kasus pertama, adalah perlu untuk mengetahui berapakah persentase karyawan yang memiliki gaji melebihi maksimal untuk tingkatan mereka. Perhitungannya sederhana seperti yang ditunjukkan di bawah ini.

2.15 Faktor Pengecualian Gaji
           Faktor pengecualian dalam pemberian gaji sering juga menjadi hambatan dalam melaksanakan remunerasi, namun rumusan ini layak dijadikan acuan dalam menghitung persentase karyawan yang menerima gaji di atas maksimum gaji pada umumnya. Rumusannya dapat dilihat sebagai berikut :
SRF = (EX/X)*100%
Dimana :
SRF         = Persentase karyawan yang menerima gaji di atas maksimum gaji
EX           = Jumlah Kelebihan Gaji
E              = Jumlah Gaji karyawan rata-rata

Contoh :
Gaji Tedi melebihi rata-rata karyawan lain, yaitu Rp 600.000 di atas gaji rata-rata yang diterima karyawan lain. Dimana rata-rata gaji yang diterima karyawan PT AB Rp 14.000.000

Jawab :
SRF =   X 100% = 4.28 % = 4.3 %

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Persentase karyawan yang menerima gaji di atas maksimum gaji  mencapai 4,3%.





BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Remunerasi bertugas melakukan perawatan yang pencapaian efisiensinya dapat dievaluasi. Meskipun demikian, hasilnya hanya menjadi perhatian bagi manajemen Remunerasi dan sumber daya manusia. Program Remunerasi mempunyai tujuan yang cukup luas, penting, dan kompleks. Untuk menggapai misinya, kita harus menciptakan dan memelihara struktur dan kita dapat mengaudit seberapa baik struktur itu dalam memenuhi tanggung jawabnya.
Tugas lain dari Strategi Mengelola Remunerasi ialah memenuhi kebutuhan organisasi secara wajar dan juga memenuhi kebutuhan semua karyawan secara adil. Kita dapat melacak penggunaan sistem untuk melihat seberapa baik sistem ini beroperasi berdasarkan standar dan tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Oleh karena pembuatan ekuitas pembayaran merupakan misi utama, kita dapat melihat pada hasil penggunaan sistem untuk menentukan apakah gaji didistribusikan secara tepat kepada seluruh kelompok. Kita juga dapat mengukur biaya upah dan gaji dan mengecek untuk melihat apakah ini sudah berada dalam kisaran yang dapat diterima. Kita juga dapat mengukur sikap karyawan terhadap sistem penilaian gaji dan performa.
Gaji adalah salah satu dari tiga hal yang paling penting untuk setiap karyawan. Dua hal lainnya adalah pekerjaan itu sendiri dan relasi dalam dunia kerja. Gaji adalah hal yang sangat pribadi. Ini seperti sebuah kartu catatan individu. Ketika orang merasa bahwa perencanaan dan administrasi penggajian tidak berjalan dengan baik, maka orang akan menjadi marah. Kehilangan orang berbakat akan merugikan perusahaan. Profesional Remunerasi harus memastikan bahwa supervisor dan manajer harus menata sistem penggajian sebaik-baiknya.
Tunjangan Renumerasi yang telah ditetapkan di beberapa instansi pemerintah hendaknya di tinjau kembali efisiensi dan efektifitasnya mengingat beban kerja yang tidak merata. Dan perlu adanya pengawasan dan pengecekan ulang agar tidak terjadi tindakan KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme) di instansi pemerintah.








BAB IV
DAFTAR PUSAKA