Kasih Sayang Tak Ternilai
Pada saat pulang sekolah Hendra
bersama teman-temannya yaitu Ari, Agus dan Sandy singgah ke suatu pondok di
pinggir jalan tempat biasa mereka bermain sepulang sekolah. Disana mereka
menghabiskan waktu mulai tengah hari sepulang sekolah sampai hari gelap. Disana
ke-empat anak tersebut merokok dan sambil bermain kartu, diselingi bermain
gitar dan mengobrol.
“Eh kita kan udah kelas 3 sebentar
lagi mau UN, masa kita ga ada perubahan sih, gini-gini aja tiap hari ga pernah
belajar gimana mau lulus?” kata Sandy.
“Ah nyantai aja kali, UN masih 6 bulan
lagi, yah paling juga kaya tahun kemaren lagi, bocoran dimana-mana, ga usah
diambil pusing!” jawab Hendra.
“Ah lo sih enak br, bokap lo kepala yayasan
sekolah jadi ga mungkin kalo lo ga lulus” kata Agus.
“Nah betul tuh kata Agus, kayanya w
mau fokus skolah dulu deh.” kata Ari.
“Ah cupu loo!!!” ejek Hendra (sambil
tertawa dengan yang lain)
Perbincangan mereka terus berlanjut
sampai sore tiba, satu per satu dari mereka mulai meninggalkan tempat tersebut,
kecuali Hendra. Hendra lebih memilih menghabiskan waktu diluar rumah
dibandingkan di rumahnya sendiri. Karena jika ia pulang ke rumah, di rumahnya
tidak ada orang, ayah dan ibunya sibuk bekerja masing-masing, dan selalu pulang
tengah malam. Hendra hanya anak tunggal di keluarganya.
Di pagi harinya, saat Hendra bangun,
ia melihat kedua orang tuanya sudah rapih dan siap berangkat ke kantor
masing-masing. Hendra hanya sarapan sendirian di rumahnya. Hatinya sangat
sedih, dan kadang merasa iri dengan teman-temannya.
Di sekolah Hendra merasa gelisah
karena hari ini ada pelajaran yang ia tidak sukai yaitu Agama. Dan yang membuat
gelisah adalah praktek membaca Al-Qur’an. Hendra tidak bisa membaca Al-Qur’an
karena ia tidak pernah mengaji dan kedua orang tuanya pun tidak pernah
mengajarkan Hendra mengaji.
Saat namanya dipanggil oleh Pak Ahmad,
tubuh Hendra pun gemetar untuk melangkah ke depan.
“Hendra coba kamu baca surat ini!”
kata Pak Ahmad (sambil menunjukkan ke Al-Qur’an)
Hendra hanya terdiam
“Kenapa kamu diam? Kamu ga bisa baca
yah?” tanya Pak Ahmad
“Iya Pak saya tidak bisa.” Jawab
Hendra sambil tertunduk malu.
Kemudian seisi kelas pun
menertawakannya, termasuk Ari, Agus dan Sandy. Hendra pun merasa malu dan kesal
kepada teman-temannya hatinya berontak tetapi ia hanya bisa diam. Pak Ahmad pun
menenangkan suasana kelas.
“Semuanya diam, Hendra pulang sekolah
kamu ke meja bapak yah nanti. Sekarang kamu duduk.”
Pelajaran pun di lanjutkan dan Hendra
hanya terdiam sampai bel pulang sekolah. Saat Hendra ke ruang Pak Ahmad ia
merasa sangat takut akan dimarahi akan tetapi saat ia bertemu dengan Pak Ahmad,
Pak Ahmad bukan memarahinya tetapi malah menasihatinya.
“Hendra kamu sudah kelas 3 SMA sampai
kapan kamu mau terus-terusan seperti ini, kalau kamu tidak pernah mau belajar,
kamu tidak akan bisa, mafaatkanlah sekolah yang tinggal beberapa bulan lagi,
masih banyak orang diluar sana yang ingin sekolah tetapi mereka tidak mampu,
ingatlah kepada penciptamu, tanpanya kamu tidak akan ada di dunia ini, agama
adalah penegak segalanya” kata Pak Ahmad.
Hendra pun terus mendengarkan
nasihat-nasihat Pak Ahmad, dan sepulang dari sekolah, ia tidak langsung pulang
ke rumah, tetapi bukan ke pondok melainkan ia hanya duduk seorang diri di
pinggir taman yang berkolam. Ia terus memikirkan nasihat-nasihat dari gurunya
tersebut. Lamunan Hendra terhenti saat ada seorang anak kecil laki-laki yang
mengamen di hadapannya.
“Kamu kenapa tidak sekolah?” tanya
Hendra kepada pengamen itu.
“Saya sekolah pagi ka, sepulang
sekolah saya ngamen.” Jawab anak itu.
“Kenapa kamu mengamen?” tanya Hendra lagi.
“Saya terpaksa ngamen ka, untuk biaya
sekolah saya.” Kata anak itu.
“Emang orang tua kamu ga ngasih duit?
Rumah kamu dimana? Boleh gak kaka kesana?” tanya Hendra.
“Orangtua saya hanya bisa untuk
mencari uang untuk makan aja ka, itu juga masih kurang, rumah saya di
perkampungan pemulung situ ka, boleh ikut tapi selesai saya ngamen dulu ka.”
Kata anak itu.
“Oh ya udah kaka ikut kamu deh, nama
kamu siapa? Ayo jalan” ajak Hendra.
“Nama saya Agil ka.” Jawab pengamen.
Diperjalanan mereka berdua saling
bercerita tentang kehidupan masing-masing dan baru kali itu juga Hendra tidak
merasa kesepian, dan merasa nyaman bercerita dengan seseorang. Hendra sangat
terharu mendengar cerita Agil.
Tidak terasa hari sudah mulai sore dan
tibalah mereka ke sebuah masjid. Agil mengajak Hendra untuk sholat Ashar
bersama, namun Hendra menolak ajakan itu, karena ia tidak hafal bacaan-bacaan
sholat. Hendra pun menceritakan masalah tersebut kepada Agil.
Selesai sholat mereka berdua pulang ke
rumah Agil. Disana Hendra sangat terharu melihat suasana perumahan yang kumuh
dan tidak layak, bau disana sangat menyengat. Hendra bertemu dengan kedua orang
tua Agil, disana Hendra sangat merasa iri dengan keluarga itu, karena disana
penuh dengan kebersamaan. Dan kedua orang tua Agil sangat menyayangi anaknya.
Mereka selalu makan bersama, sholat berjamaah bersama, dan pada malam harinya
berkumpul mengobrol bersama.
Tidak terasa waktu sudah malam, Hendra
pun berpamitan untuk pulang kerumahnya, karena sebentar lagi kedua orang tuanya
pulang dari kantor. Sesampainya di rumah Hendra sangat merasa sedih, sepi dan
kesepian. Ia sangat ingin mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. ia
sterus memikirkan hal tersebut hingga ia tertidur.
Pada pagi harinya Hendra berbicara
dengan orang tuanya, yang sudah ingin buru-buru berangkat kerja. Ia menguatkan
hatinya.
“Pah, Mah aku mau ngomong sama
kalian.” Kata Hendra.
“Besok aja sayang mamah udah telat mau
ke kantor.” Kata mamah.
“Bisa ga sih kalian ngasih waktu buat
aku, ngasih perhatian buat aku, kaya orang tua yang lain. Kenpa sih kalian
selalu sibuk sama pekerjaan masing-masing ga ada waktu buat anak sendiri.
Berangkat pagi, pulang malem, aku kesepian mah, aku butuh kasih sayang.” Kata
Hendra sambil menahan tangis.
“Hendra papah sama mamah kerja kan
juga semuanya demi kamu, untuk biaya sekolah sama biaya kuliah kamu nanti.
Tolong mengerti papah sama mamah sayang.” Jelas papah.
“Tapi aku ga butuh semua itu pah, aq Cuma
butuh kasih sayang papah sama mamah, kaya anak-anak yang laen. Dari kecil aku
selalu kesepian.” Kata Hendra sambil menangis.
Ayah dan Ibu Hendra pun luluh
mendengar perkataan anak semata wayangnya itu, kemudian ibunya pun memeluk
Hendra dengan penuh kasih sayang. Mereka sadar akan kesalahan mereka.
“Maavin mamah yah sayang, mamah janji
akan berusaha untuk membagi waktu mamah, dan lebih merhatiin kamu. Sekarang
jangan nangis lagi yah, kamu mandi terus ke sekolah.” Kata mamah.
###
Hari demi hari telah berlalu, seminggu
kemudian ibu Hendra sudah sering berangkat siang dan pulang lebih awal, Hendra
pun sangat bahagia karena ibunya sudah memperhatikan ia sekarang. Hendra juga
sudah banyak belajar agama bersama Agil. Ia pun sudah hafal bacaan sholat dan
taat melaksanakan sholat 5 waktu.
Sementara teman-teman Hendra heran
melihat temannya yang dahulu sangat nakal dan tidak kenal agama bisa berubah
sangat pesat. Hendra masih sering bermain bersama teman-temannya tetapi ia
tidak pernah merokok lagi. Dan Hendra sering mengingatkan teman-temannya untuk
ikut sholat, meski ajakannya itu terkadang hanya sia-sia.
Hendra sekarang sangat bahagia, karena
ia sudah mendapatkan kembali kasih sayang orang tuanya, dan ia sudah banyak
kemajuan di bidang agama. Hendra sangat berterima kasih kepada Agil, karana
berkat Agil, Hendra mendapat pengalaman yang sangat berharga.
Nama: Dewi Asmarani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar